Risiko yang telah lama diabaikan pasar mulai muncul ke permukaan—Jepang sebagai sumber pembiayaan utama dalam transaksi carry trade global, perubahan drastis dalam lingkungan keuangannya dapat merombak pola likuiditas seluruh pasar cryptocurrency.
“Dividen” Suku Bunga Nol selama Tiga Puluh Tahun Mulai Menghilang
Dalam tiga dekade terakhir, kebijakan suku bunga sangat rendah di Jepang (sebenarnya nol atau negatif) menciptakan mekanisme arbitrase yang unik: investor global meminjam yen dengan biaya hampir gratis, lalu menukarkan dana tersebut ke dolar atau aset lain, dan menginvestasikannya di pasar saham, obligasi, properti, bahkan pasar cryptocurrency di seluruh dunia. Proses ini menyerap aliran dana bernilai triliunan dolar.
Model pembiayaan ini dikenal sebagai Carry Trade (transaksi套息), yang esensinya adalah memanfaatkan selisih suku bunga untuk arbitrase. Tabungan domestik Jepang cukup melimpah, permintaan kurang, dan bank sentral secara sengaja menjaga suku bunga tetap rendah untuk merangsang ekonomi, tanpa sadar menyediakan likuiditas murah yang terus-menerus ke pasar modal global.
Lompatan Tiba-tiba dalam Imbal Hasil Obligasi Pemerintah Jepang
Pada akhir 2024, imbal hasil obligasi jangka panjang Jepang menunjukkan kenaikan signifikan:
Imbal hasil obligasi 20 tahun mendekati 2,8%
Imbal hasil obligasi 40 tahun naik ke 3,7%
Ini bukan penyesuaian yang lembut, melainkan rebound cepat setelah tiga puluh tahun. Kenaikan imbal hasil obligasi berarti: biaya meminjam yen meningkat secara drastis, dan metode pembiayaan yang sebelumnya “diberikan secara gratis” tidak lagi berlaku.
Risiko Sistemik Carry Trade
Ketika biaya pinjaman yen meningkat, bagian-bagian lemah dalam rantai carry trade mulai runtuh:
Risiko Fluktuasi Nilai Tukar — Yen menguat menyebabkan biaya pelunasan utang dalam yen meningkat. Investor yang memegang dolar atau aset lain menghadapi kerugian nilai tukar, terpaksa menutup posisi atau mengurangi kepemilikan aset luar negeri untuk menukarnya kembali ke yen.
Reaksi Berantai dari Posisi Leverage — Banyak posisi carry trade yang menggunakan leverage. Jika fluktuasi nilai tukar melebihi ekspektasi, posisi ini memicu stop-loss, yang selanjutnya memicu krisis likuiditas. Triliunan dana carry trade sedang mengalir kembali ke Jepang.
Kekeringan Likuiditas yang Cepat — Ketika investor global secara bersamaan menarik keluar aset luar negeri dan kembali ke Jepang, pasar saham AS, obligasi AS, pasar negara berkembang, dan pasar cryptocurrency akan mengalami kekosongan likuiditas. Ini bukan sekadar aliran dana yang lambat, melainkan “rem dari makro” yang mendadak.
Dampak terhadap Cryptocurrency
Di masa kejayaan carry trade, dana murah dari Jepang mengalir besar-besaran ke aset berpenghasilan tinggi, termasuk Bitcoin dan Ethereum. Meskipun skala dana ini sulit diukur secara tepat, peran likuiditasnya tidak bisa diabaikan.
Kini, penyusutan likuiditas Jepang secara langsung berarti berkurangnya “likuiditas tanpa risiko” secara global. Sebagai aset berisiko tinggi, cryptocurrency paling rentan terhadap ketegangan likuiditas. Volatilitas Bitcoin dan Ethereum yang meningkat belakangan ini sebagian mencerminkan perubahan makro yang mendalam ini.
Ancaman Pasar yang Sesungguhnya
Ketika carry trade bukan lagi akan runtuh, tetapi sudah mulai runtuh, setiap upaya membeli di posisi bawah penuh risiko. Skala krisis likuiditas ini mungkin melebihi krisis franc Swiss 2015 dan kejadian risiko COVID-19 2020.
Secara kasat mata, pergerakan naik turun pasar cryptocurrency tampak sebagai hasil dari faktor teknikal dan sentimen; tetapi dari sudut pandang makro keuangan, semuanya adalah cerminan dari perubahan likuiditas Jepang. Ketika “bank likuiditas” terbesar di dunia mulai mengencang, tidak ada aset berisiko tinggi yang bisa bertahan sendiri.
Penutup
Jepang bukan lagi “zombie” keuangan, melainkan sebuah ekonomi yang sedang melakukan penyesuaian diri. Kenaikan imbal hasil obligasi jangka panjang menandai akhir dari era—masa di mana pembiayaan yen murah mendorong harga aset global naik. Bagi Bitcoin, Ethereum, dan aset kripto lainnya, ini adalah risiko sistemik yang harus diwaspadai. Sebelum gelombang likuiditas ini mencapai puncaknya, setiap rebound jangka pendek mungkin hanyalah ilusi sebelum gelombang pasang surut.
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Kemunduran Carry Trade: Dampak Penyusutan Likuiditas Jepang terhadap Aset Global
Risiko yang telah lama diabaikan pasar mulai muncul ke permukaan—Jepang sebagai sumber pembiayaan utama dalam transaksi carry trade global, perubahan drastis dalam lingkungan keuangannya dapat merombak pola likuiditas seluruh pasar cryptocurrency.
“Dividen” Suku Bunga Nol selama Tiga Puluh Tahun Mulai Menghilang
Dalam tiga dekade terakhir, kebijakan suku bunga sangat rendah di Jepang (sebenarnya nol atau negatif) menciptakan mekanisme arbitrase yang unik: investor global meminjam yen dengan biaya hampir gratis, lalu menukarkan dana tersebut ke dolar atau aset lain, dan menginvestasikannya di pasar saham, obligasi, properti, bahkan pasar cryptocurrency di seluruh dunia. Proses ini menyerap aliran dana bernilai triliunan dolar.
Model pembiayaan ini dikenal sebagai Carry Trade (transaksi套息), yang esensinya adalah memanfaatkan selisih suku bunga untuk arbitrase. Tabungan domestik Jepang cukup melimpah, permintaan kurang, dan bank sentral secara sengaja menjaga suku bunga tetap rendah untuk merangsang ekonomi, tanpa sadar menyediakan likuiditas murah yang terus-menerus ke pasar modal global.
Lompatan Tiba-tiba dalam Imbal Hasil Obligasi Pemerintah Jepang
Pada akhir 2024, imbal hasil obligasi jangka panjang Jepang menunjukkan kenaikan signifikan:
Ini bukan penyesuaian yang lembut, melainkan rebound cepat setelah tiga puluh tahun. Kenaikan imbal hasil obligasi berarti: biaya meminjam yen meningkat secara drastis, dan metode pembiayaan yang sebelumnya “diberikan secara gratis” tidak lagi berlaku.
Risiko Sistemik Carry Trade
Ketika biaya pinjaman yen meningkat, bagian-bagian lemah dalam rantai carry trade mulai runtuh:
Risiko Fluktuasi Nilai Tukar — Yen menguat menyebabkan biaya pelunasan utang dalam yen meningkat. Investor yang memegang dolar atau aset lain menghadapi kerugian nilai tukar, terpaksa menutup posisi atau mengurangi kepemilikan aset luar negeri untuk menukarnya kembali ke yen.
Reaksi Berantai dari Posisi Leverage — Banyak posisi carry trade yang menggunakan leverage. Jika fluktuasi nilai tukar melebihi ekspektasi, posisi ini memicu stop-loss, yang selanjutnya memicu krisis likuiditas. Triliunan dana carry trade sedang mengalir kembali ke Jepang.
Kekeringan Likuiditas yang Cepat — Ketika investor global secara bersamaan menarik keluar aset luar negeri dan kembali ke Jepang, pasar saham AS, obligasi AS, pasar negara berkembang, dan pasar cryptocurrency akan mengalami kekosongan likuiditas. Ini bukan sekadar aliran dana yang lambat, melainkan “rem dari makro” yang mendadak.
Dampak terhadap Cryptocurrency
Di masa kejayaan carry trade, dana murah dari Jepang mengalir besar-besaran ke aset berpenghasilan tinggi, termasuk Bitcoin dan Ethereum. Meskipun skala dana ini sulit diukur secara tepat, peran likuiditasnya tidak bisa diabaikan.
Kini, penyusutan likuiditas Jepang secara langsung berarti berkurangnya “likuiditas tanpa risiko” secara global. Sebagai aset berisiko tinggi, cryptocurrency paling rentan terhadap ketegangan likuiditas. Volatilitas Bitcoin dan Ethereum yang meningkat belakangan ini sebagian mencerminkan perubahan makro yang mendalam ini.
Ancaman Pasar yang Sesungguhnya
Ketika carry trade bukan lagi akan runtuh, tetapi sudah mulai runtuh, setiap upaya membeli di posisi bawah penuh risiko. Skala krisis likuiditas ini mungkin melebihi krisis franc Swiss 2015 dan kejadian risiko COVID-19 2020.
Secara kasat mata, pergerakan naik turun pasar cryptocurrency tampak sebagai hasil dari faktor teknikal dan sentimen; tetapi dari sudut pandang makro keuangan, semuanya adalah cerminan dari perubahan likuiditas Jepang. Ketika “bank likuiditas” terbesar di dunia mulai mengencang, tidak ada aset berisiko tinggi yang bisa bertahan sendiri.
Penutup
Jepang bukan lagi “zombie” keuangan, melainkan sebuah ekonomi yang sedang melakukan penyesuaian diri. Kenaikan imbal hasil obligasi jangka panjang menandai akhir dari era—masa di mana pembiayaan yen murah mendorong harga aset global naik. Bagi Bitcoin, Ethereum, dan aset kripto lainnya, ini adalah risiko sistemik yang harus diwaspadai. Sebelum gelombang likuiditas ini mencapai puncaknya, setiap rebound jangka pendek mungkin hanyalah ilusi sebelum gelombang pasang surut.