Jika Anda berada di Nepal dan ingin membeli atau memegang aset kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan lain-lain, mungkin perlu memahami terlebih dahulu lingkungan hukum setempat. Nepal adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang memberlakukan larangan mutlak terhadap mata uang kripto, yang berarti kegiatan produksi, kepemilikan, perdagangan, dan penggunaan mata uang kripto di negara ini secara hukum dilarang.
Gambaran nyata dari larangan mata uang kripto global
Sikap ketat Nepal bukanlah satu-satunya contoh. Berdasarkan data statistik terbaru, sudah ada 51 negara dan wilayah di seluruh dunia yang memberlakukan batasan berbeda terhadap mata uang kripto. Di antaranya, termasuk Nepal, ada 9 negara yang menerapkan kebijakan “larangan mutlak” yang paling ketat. Daftar ini juga mencakup Aljazair, Bangladesh, China, Mesir, Irak, Maroko, Qatar, dan Tunisia.
Yang relatif lebih lunak adalah 42 negara yang menerapkan “larangan terselubung”—mereka mengizinkan individu untuk memegang aset kripto, tetapi melarang bank dan lembaga keuangan resmi menyediakan layanan terkait, serta melarang bursa beroperasi secara legal di dalam negeri. Kazakhstan, Turki, Lebanon, Republik Demokratik Kongo, Indonesia, Nigeria, dan lain-lain termasuk dalam kategori ini.
Mengapa sikap berbagai negara begitu konservatif?
Alasan utama di balik penerapan larangan mata uang kripto di berbagai negara biasanya berputar di sekitar beberapa kekhawatiran inti:
Stabilitas keuangan dan kedaulatan mata uang adalah pertimbangan utama. Pemerintah khawatir bahwa mata uang kripto dapat mengganggu mata uang resmi, melemahkan kemampuan bank sentral dalam kebijakan moneter. Negara-negara berkembang seperti Nepal sangat memperhatikan hal ini karena tekanan internasional terhadap mata uang lokal mereka sudah cukup besar.
Anti pencucian uang dan anti pendanaan terorisme juga menjadi alasan penting. Karakteristik transaksi lintas batas dan anonimitas relatif dari mata uang kripto membuat regulator sulit melacak sumber dan penggunaan dana. Selain itu, pengendalian modal juga mendorong banyak negara memberlakukan larangan—mereka ingin membatasi keluar masuknya modal melalui larangan terhadap mata uang kripto.
Beberapa negara juga khawatir bahwa mata uang kripto dapat menimbulkan risiko sosial—mulai dari gelembung investasi, pemborosan energi, hingga kasus penipuan yang marak—semua ini menjadi pertimbangan di balik larangan tersebut.
Kendala pelaksanaan di lapangan
Perlu dicatat bahwa ada jarak antara larangan hukum dan pelaksanaan nyata di lapangan. Bahkan di Nepal, masih ada warga yang menggunakan VPN dan platform luar negeri untuk berpartisipasi dalam perdagangan mata uang kripto. Namun, tindakan ini berisiko secara hukum, dan jika ketahuan, bisa dikenai denda bahkan hukuman pidana.
Jika Anda mempertimbangkan untuk melakukan transaksi di negara yang membatasi mata uang kripto, memahami batasan hukum setempat adalah langkah pertama yang wajib dilakukan. Daripada berusaha menghindari regulasi, lebih baik menunggu evolusi kebijakan—banyak negara yang awalnya memberlakukan larangan secara ketat kini mulai menyesuaikan posisi mereka dan mengeksplorasi kerangka regulasi yang lebih seimbang.
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Apa risiko yang dihadapi saat memegang mata uang kripto di Nepal?
Jika Anda berada di Nepal dan ingin membeli atau memegang aset kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan lain-lain, mungkin perlu memahami terlebih dahulu lingkungan hukum setempat. Nepal adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang memberlakukan larangan mutlak terhadap mata uang kripto, yang berarti kegiatan produksi, kepemilikan, perdagangan, dan penggunaan mata uang kripto di negara ini secara hukum dilarang.
Gambaran nyata dari larangan mata uang kripto global
Sikap ketat Nepal bukanlah satu-satunya contoh. Berdasarkan data statistik terbaru, sudah ada 51 negara dan wilayah di seluruh dunia yang memberlakukan batasan berbeda terhadap mata uang kripto. Di antaranya, termasuk Nepal, ada 9 negara yang menerapkan kebijakan “larangan mutlak” yang paling ketat. Daftar ini juga mencakup Aljazair, Bangladesh, China, Mesir, Irak, Maroko, Qatar, dan Tunisia.
Yang relatif lebih lunak adalah 42 negara yang menerapkan “larangan terselubung”—mereka mengizinkan individu untuk memegang aset kripto, tetapi melarang bank dan lembaga keuangan resmi menyediakan layanan terkait, serta melarang bursa beroperasi secara legal di dalam negeri. Kazakhstan, Turki, Lebanon, Republik Demokratik Kongo, Indonesia, Nigeria, dan lain-lain termasuk dalam kategori ini.
Mengapa sikap berbagai negara begitu konservatif?
Alasan utama di balik penerapan larangan mata uang kripto di berbagai negara biasanya berputar di sekitar beberapa kekhawatiran inti:
Stabilitas keuangan dan kedaulatan mata uang adalah pertimbangan utama. Pemerintah khawatir bahwa mata uang kripto dapat mengganggu mata uang resmi, melemahkan kemampuan bank sentral dalam kebijakan moneter. Negara-negara berkembang seperti Nepal sangat memperhatikan hal ini karena tekanan internasional terhadap mata uang lokal mereka sudah cukup besar.
Anti pencucian uang dan anti pendanaan terorisme juga menjadi alasan penting. Karakteristik transaksi lintas batas dan anonimitas relatif dari mata uang kripto membuat regulator sulit melacak sumber dan penggunaan dana. Selain itu, pengendalian modal juga mendorong banyak negara memberlakukan larangan—mereka ingin membatasi keluar masuknya modal melalui larangan terhadap mata uang kripto.
Beberapa negara juga khawatir bahwa mata uang kripto dapat menimbulkan risiko sosial—mulai dari gelembung investasi, pemborosan energi, hingga kasus penipuan yang marak—semua ini menjadi pertimbangan di balik larangan tersebut.
Kendala pelaksanaan di lapangan
Perlu dicatat bahwa ada jarak antara larangan hukum dan pelaksanaan nyata di lapangan. Bahkan di Nepal, masih ada warga yang menggunakan VPN dan platform luar negeri untuk berpartisipasi dalam perdagangan mata uang kripto. Namun, tindakan ini berisiko secara hukum, dan jika ketahuan, bisa dikenai denda bahkan hukuman pidana.
Jika Anda mempertimbangkan untuk melakukan transaksi di negara yang membatasi mata uang kripto, memahami batasan hukum setempat adalah langkah pertama yang wajib dilakukan. Daripada berusaha menghindari regulasi, lebih baik menunggu evolusi kebijakan—banyak negara yang awalnya memberlakukan larangan secara ketat kini mulai menyesuaikan posisi mereka dan mengeksplorasi kerangka regulasi yang lebih seimbang.